JAKARTA, (PR).- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kesulitan mengendalikan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pasalnya, dari sebanyak 13.600 SMK, sekitar 9.000 di antaranya merupakan SMK yang dikelola swasta.
Keterbatasan dana semakin memperberat langkah Kemendikbud dalam upaya mempercepat proses revitalisasi pendidikan kejuruan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, sekitar 3.000 SMK swasta memiliki tidak lebih dari 100 siswa. Hal itu terjadi karena SMK tersebut sudah kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Kendati demikian, pemerintah juga tidak bisa menutup SMK tersebut. “SMK swasta kualitasnya sulit dikendalikan,” ucap Muhadjir di Gedung A Kantor Kemendikbud, Jakarta, belum lama ini.
Ia menyatakan, dengan kondisi tersebut, pemerintah sangat berharap kepada kemampuan kepala sekolah dalam mengelola sekolahnya. Menurut dia, kebijakan pemerintah yang sudah tidak lagi membebani kepala sekolah dengan kewajiban mengajar bisa menjadi modal besar bagi kepala sekolah untuk fokus memajukan sekolah.
“Kepala sekolah harus berpikir dan bertindak sebagai edupreneur, punya mental wirausaha. Bagaimana memanfaatkan resources yang ada untuk memajukan sekolah. Membangun manajemen yang bagus. Bisa mencari dana di luar dari bantuan pemerintah. Sekarang kepala sekolah tugasnya cukup memajukan sekolah,” ujarnya.
Lulusan bekerja
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menambahkan, indikator kualitas SMK di antaranya dilihat dari tingkat kebekerjaan lulusan, bukan hanya jumlah peserta didik atau rombongan belajar. Ia menegaskan, Kemendikbud telah meminta pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan untuk melakukan evaluasi terkait penyelenggaraan SMK.
“Kelayakan SMK tersebut akan dinilai dari kondisi guru, fasilitas belajar, kegiatan pembelajaran yang sesuai standar, dan kemitraan dengan dunia usaha dan industri. SMK yang tidak memenuhi kelayakan akan diberikan waktu untuk segera menyesuaikan diri. Pilihannya dua, digabung atau menjadi satuan pendidikan lain, seperti kursus,” ucapnya
Ia menyatakan, kualitas sekolah berbanding lurus dengan tinggi rendahnya serapan lulusan SMK di dunia kerja. Menurut dia, angka pengangguran dari lulusan SMK masih tinggi. Hal tersebut terjadi karena ketidakselarasan antara kompetensi lulusan SMK dan bidang keahlian tenaga kerja yang dibutuhkan industri.
Sertifikasi
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SMK, Kemendikbud menunjuk 237 SMK untuk menerima Sertifikat Lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 1 (LSP-P1) dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melalui sertifikat lisensi LSP-P1, ratusan SMK rujukan dapat menyelenggarakan uji kompetensi profesi bagi siswa SMK di sekitarnya.
Hamin menuturkan, peningkatan kapasitas SMK menjadi LSP-P1 selaras dengan amanat Presiden Joko Widodo terkait revitalisasi pendidikan vokasi. Menurut dia, melalui sertifikasi oleh LSP-P1, tingkat keterukuran pencapaian kompetensi calon tenaga kerja yang dididik di SMK akan semakin baik dan sesuai dengan kebutuhan dunia dunia usaha dan industri.
“Kami berharap pengakuan terhadap lulusan SMK semakin meningkat, sehingga jumlah peningkatan kebekerjaan lulusan SMK juga semakin baik,” ujar Hamid.***